
Strategi Mengatur Keuangan kondisi ekonomi yang tidak menentu telah menjadi tantangan serius bagi banyak keluarga Indonesia. Lonjakan harga kebutuhan pokok, transportasi, dan pendidikan membuat banyak orang kesulitan menyeimbangkan antara pemasukan dan pengeluaran. Inflasi tahunan per Maret 2025 tercatat sebesar 3,21% menurut Badan Pusat Statistik (BPS), dengan kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebagai penyumbang terbesar.
Kenaikan harga beras, misalnya, membuat tekanan ekonomi makin terasa. Pada awal 2024, harga beras medium nasional masih di kisaran Rp12.000/kg, kini telah menembus Rp14.500/kg. Tak hanya beras, kebutuhan penting lainnya seperti cabai merah, daging ayam, dan minyak goreng juga melonjak.
Sementara itu, kenaikan pendapatan masyarakat tidak sebanding. Rata-rata kenaikan UMP di Indonesia hanya sekitar 3–4%, sehingga secara riil, daya beli masyarakat cenderung stagnan atau bahkan menurun. Beban biaya hidup meningkat, sementara banyak keluarga masih harus membayar cicilan rumah, kendaraan, dan pinjaman konsumtif lainnya.
Strategi Mengatur Keuangan yang tepat menjadi kunci di tengah kondisi saat ini, di mana banyak masyarakat merasa selalu kekurangan meskipun gaji tetap masuk setiap bulan. Situasi ini menuntut perubahan sikap dalam mengelola uang—bukan hanya bergantung pada besarnya penghasilan, tetapi juga pada bagaimana strategi pengeluaran di jalankan secara bijak.
Strategi Mengatur Keuangan: Memetakan Kebutuhan Dan Keinginan salah satu langkah pertama untuk menghindari keuangan jebol di akhir bulan adalah memetakan pengeluaran berdasarkan skala prioritas: kebutuhan atau keinginan. Banyak orang terjebak pada pengeluaran yang sebenarnya bisa di tunda atau di hindari.
Contohnya, banyak masyarakat kota rutin membeli kopi kekinian seharga Rp30.000/hari. Dalam sebulan, pengeluaran ini bisa mencapai hampir Rp1 juta. Jika kebiasaan ini dilakukan tanpa sadar, anggaran akan cepat bocor.
Survei Katadata Insight Center pada 2024 mengungkapkan bahwa 63% masyarakat mengaku kesulitan menabung karena pengeluaran kecil yang tidak terasa, seperti jajan online atau langganan aplikasi hiburan. Di sisi lain, hanya 22% yang rutin mencatat keuangan mereka.
Solusi awal adalah mencatat semua pengeluaran, sekecil apa pun, selama minimal satu bulan. Ini bisa dilakukan dengan aplikasi gratis seperti “Money Manager”, “Catatan Keuangan Harian”, atau menggunakan Google Sheet. Dari pencatatan ini, akan tampak dengan jelas ke mana saja uang mengalir.
Setelah itu, terapkan metode pengelolaan 50-30-20:
Jika penghasilan tidak mencukupi, ubah menjadi 70-20-10 atau sesuai dengan kebutuhan keluarga. Yang penting, ada proporsi untuk menabung atau menghindari nol simpanan setiap bulan.
Menabung Dan Investasi: Kunci Aman Finansial Jangka Panjang sering terdengar ungkapan, “Menabung pangkal kaya”, namun dalam kenyataannya menabung saja tak cukup untuk membangun keamanan finansial. Menyimpan uang di tabungan bank biasa justru bisa kalah dari inflasi jika tak disertai dengan investasi yang bijak.
Itulah sebabnya penting untuk mengenal berbagai instrumen keuangan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa jumlah investor ritel Indonesia tumbuh dari 10 juta (2023) menjadi lebih dari 13 juta (awal 2025). Pertumbuhan ini di picu oleh meningkatnya literasi digital dan akses aplikasi investasi yang mudah, seperti Bibit, Ajaib, dan Bareksa.
Pilihan investasi yang cocok untuk pemula antara lain:
Penting juga membangun dana darurat, minimal 3–6 bulan pengeluaran bulanan, untuk menghadapi situasi tak terduga seperti sakit, kehilangan pekerjaan, atau kebutuhan mendadak lainnya. Dana ini sebaiknya di simpan dalam instrumen yang mudah di cairkan dan tidak bercampur dengan dana operasional sehari-hari.
Jika belum bisa investasi besar, mulai dari kecil. Misalnya Rp100.000 per bulan secara rutin jauh lebih baik daripada menunggu punya uang besar tapi tak kunjung mulai.
Edukasi Finansial Dan Gaya Hidup Sederhana Sebagai Solusi Jangka Panjang banyak orang terjebak dalam lingkaran masalah keuangan karena minimnya pengetahuan tentang cara mengelola uang. Padahal, literasi finansial bisa membantu seseorang terhindar dari utang konsumtif, gaya hidup berlebihan, dan ketergantungan terhadap pinjaman online.
Menurut OJK, tingkat literasi keuangan Indonesia pada 2022 baru mencapai 49,68%, artinya masih ada lebih dari separuh masyarakat yang belum memiliki pemahaman cukup tentang keuangan.
Untuk meningkatkan literasi ini, kini banyak platform edukasi keuangan gratis yang bisa diakses:
Di sisi lain, mengadopsi gaya hidup sederhana atau frugal living menjadi pilihan banyak anak muda saat ini. Alih-alih menumpuk barang, mereka lebih fokus pada fungsi, nilai, dan pengalaman. Beli barang berkualitas yang tahan lama, kurangi jajan dan gaya hidup konsumtif, serta fokus pada “value spending” — pengeluaran yang memberi manfaat jangka panjang.
Gaya hidup ini bukan berarti pelit, melainkan bijak dan sadar dalam memilih cara menggunakan uang. Banyak komunitas berbasis media sosial membagikan kisah nyata bagaimana hidup hemat justru membuat hidup lebih tenang dan terhindar dari stres finansial.
Hindari Utang Konsumtif: Pilih Kredit Dengan Bijak salah satu penyebab utama kondisi keuangan yang selalu “seret” di akhir bulan adalah ketergantungan pada utang konsumtif. Banyak orang tergoda menggunakan kartu kredit tanpa kontrol, mengambil cicilan paylater untuk barang-barang yang sebenarnya tidak mendesak, hingga terjebak dalam pinjaman online (pinjol) dengan bunga tinggi. Tanpa di sadari, hal ini menjerat masyarakat dalam lingkaran utang yang semakin sulit untuk keluar.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada awal 2025 mencatat lebih dari 22 juta akun pinjol aktif di Indonesia. Total pinjaman pinjol terus meningkat setiap bulan, dengan sebagian besar dana digunakan untuk kebutuhan konsumtif yang tidak mendesak. Padahal, utang bukan hal yang sepenuhnya buruk jika di manfaatkan secara bijak. Utang bisa di gunakan untuk tujuan produktif, seperti modal usaha kecil, pendidikan, atau pembelian aset jangka panjang seperti rumah atau kendaraan. Namun, jika di gunakan untuk memenuhi gaya hidup, seperti membeli gadget terbaru, liburan mewah, atau mengikuti tren di media sosial, maka utang bisa menjadi bumerang yang berisiko merugikan keuangan.
Untuk menghindari jatuh dalam utang konsumtif, ada beberapa langkah yang bisa di ambil. Pertama, pastikan untuk membedakan antara kebutuhan dan keinginan sebelum mengambil kredit. Kedua, usahakan cicilan tidak lebih dari 30% dari penghasilan bulanan. Ketiga, hindari menggali lubang untuk menutupi lubang, seperti membayar pinjaman dengan pinjaman baru. Terakhir, gunakan sistem “tunda 30 hari” untuk pembelian barang besar, guna memberi waktu berpikir.
Menghadapi tantangan ekonomi yang semakin berat membutuhkan disiplin dalam mengelola keuangan. Ini bukan lagi soal seberapa besar penghasilan yang di miliki, tetapi bagaimana mengelola uang tersebut dengan cermat melalui Strategi Mengatur Keuangan.