
Jelang Idul Adha umat Muslim di seluruh dunia bersiap untuk melaksanakan ibadah kurban sebagai bentuk ketaatan dan solidaritas sosial. Dalam konteks ini, pemilihan hewan kurban menjadi hal yang sangat penting dan tidak bisa di lakukan sembarangan. Pakar peternakan dan ulama mengingatkan bahwa selain aspek ekonomi dan ketersediaan, syariat Islam memberikan kriteria khusus yang harus di penuhi oleh hewan kurban.
Menurut Prof. Dr. Ir. Ali Rahman, Guru Besar Fakultas Peternakan di Universitas Gadjah Mada, hewan kurban harus memenuhi beberapa syarat utama, yaitu sehat, cukup umur, dan tidak cacat. “Dalam Islam, hewan yang sah untuk dikurbankan adalah kambing, domba, sapi, dan unta. Masing-masing memiliki batas usia minimal. Misalnya, kambing minimal berumur 1 tahun dan telah berganti gigi,” jelasnya dalam webinar yang di adakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).
MUI juga telah menerbitkan Fatwa Nomor 12 Tahun 2009 tentang Standar Hewan Kurban. Fatwa tersebut menegaskan bahwa hewan kurban tidak boleh buta sebelah matanya, pincang, sangat kurus, atau memiliki penyakit yang jelas terlihat. Hewan yang mengalami kecacatan seperti tanduk patah atau telinga sobek juga sebaiknya di hindari meskipun secara hukum tidak semuanya membatalkan kurban.
Dalam Fatwa Nomor 34 Tahun 2023, MUI menekankan bahwa hewan yang terjangkit penyakit Lumpy Skin Disease (LSD) dan Peste des Petits Ruminants (PPR) tidak sah dijadikan hewan kurban, karena termasuk dalam kategori hewan yang berpenyakit dan tidak memenuhi syarat sah kurban. Fatwa ini juga memberikan panduan bagi umat Islam untuk memastikan kesehatan hewan kurban, termasuk melakukan pemeriksaan kesehatan dan mendapatkan sertifikat dari otoritas terkait sebelum penyembelihan.
Jelang Idul Adha kementerian Pertanian (Kementan) juga aktif mengedukasi masyarakat melalui situs resminya dan posko pengecekan hewan di pasar-pasar tradisional. Dengan menempatkan petugas kesehatan hewan di berbagai titik penjualan untuk membantu masyarakat dalam mengenali hewan kurban yang layak.
Jelang Idul Adha: Pemeriksaan Kesehatan Hewan Menjadi Prioritas selain kesesuaian syariat, aspek kesehatan hewan menjadi perhatian utama, terutama untuk menghindari penularan penyakit zoonosis yang bisa membahayakan manusia. Dokter hewan dari Balai Besar Veteriner Bogor, drh. Retno Lestari, mengimbau masyarakat untuk membeli hewan kurban dari tempat yang di awasi oleh dinas kesehatan hewan setempat.
“Penyakit seperti antraks, brucellosis, dan cacing hati sering tidak di sadari oleh pembeli karena hewan tampak sehat secara fisik. Oleh karena itu, pemeriksaan oleh petugas menjadi kunci,” jelas Retno. Tahun lalu, menurut data dari Direktorat Kesehatan Hewan Kementan, ditemukan lebih dari 2.500 ekor hewan kurban yang tidak layak. Hewan-hewan tersebut mengidap penyakit menular atau tidak memenuhi standar kesehatan yang ditetapkan. Temuan ini menunjukkan pentingnya edukasi kepada masyarakat agar tidak hanya mengandalkan penilaian visual. Pemeriksaan medis oleh tenaga ahli menjadi jaminan agar hewan yang di kurbankan benar-benar aman dan sesuai syariat.
Pemeriksaan kesehatan meliputi pengamatan kondisi mata, bulu, gerak tubuh, nafsu makan, dan kebersihan kotoran. Petugas juga memeriksa suhu tubuh dan tanda-tanda klinis lain seperti luka di kulit atau pembengkakan pada bagian tertentu. Hewan yang lulus pemeriksaan akan di beri tanda khusus, biasanya berupa kalung bertuliskan “Sehat dan Layak Kurban”. Langkah ini tidak hanya mempermudah masyarakat mengenali hewan yang telah di setujui, tetapi juga meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap sistem pengawasan. Di beberapa daerah, petugas bahkan menggunakan aplikasi digital untuk mendata hasil pemeriksaan secara real-time.
Kementan menargetkan pada Idul Adha 2025 akan di lakukan pemeriksaan terhadap setidaknya 2 juta ekor hewan kurban secara nasional. Langkah ini di nilai penting untuk menjamin keamanan pangan dan mencegah penyebaran penyakit ke manusia, terutama melalui kontak langsung saat penyembelihan. Pemerintah daerah juga di minta berkoordinasi aktif dalam membentuk tim pengawas kurban di lapangan. Selain itu, masyarakat di imbau untuk membeli hewan dari penjual yang sudah terdaftar dan mendapatkan pendampingan dari dinas peternakan setempat.
Dampak Sosial Dan Ekonomi Dari Pemilihan Hewan Kurban dari sisi sosial, penyelenggaraan kurban yang baik akan meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada panitia dan lembaga penyalur hewan kurban. Sebaliknya, jika di temukan hewan yang tidak layak atau sakit, hal ini bisa mencederai semangat ibadah dan menimbulkan keresahan.
Dr. Nurhadi, ekonom dari Lembaga Penelitian Ekonomi Syariah (L-PES), menjelaskan bahwa Idul Adha setiap tahunnya mendorong perputaran ekonomi di sektor peternakan senilai triliunan rupiah. “Tahun 2024, nilai transaksi hewan kurban di perkirakan mencapai lebih dari Rp12 triliun. Angka ini berasal dari pembelian sekitar 1,8 juta ekor hewan di seluruh Indonesia,” katanya. Fenomena ini menunjukkan bahwa Idul Adha bukan hanya ibadah spiritual, tetapi juga momentum ekonomi yang sangat signifikan. Bahkan, sektor lain seperti transportasi, logistik, dan jasa penyembelihan turut terdorong akibat tingginya permintaan selama musim kurban.
Peternak lokal menjadi salah satu pihak yang paling di untungkan, terutama jika mereka mampu menyediakan hewan sesuai standar kesehatan dan syariat. Oleh karena itu, edukasi kepada peternak juga menjadi kunci untuk memastikan kualitas hewan tetap terjaga. Dinas Peternakan di berbagai daerah telah mengadakan pelatihan tentang tata laksana pemeliharaan hewan menjelang Idul Adha. Pelatihan ini mencakup pemberian pakan, pemantauan kesehatan, hingga penanganan stres hewan. Dengan peningkatan kapasitas peternak, di harapkan ketergantungan terhadap impor hewan kurban bisa di tekan secara bertahap.
Dalam konteks distribusi, teknologi digital juga memainkan peran penting. Platform seperti Dompet Dhuafa, Baznas, dan Kitabisa kini menyediakan layanan kurban daring yang memudahkan masyarakat memilih dan membayar hewan kurban tanpa harus ke lokasi penjualan. Namun, kepercayaan masyarakat tetap bergantung pada transparansi informasi, terutama mengenai kesehatan dan asal-usul hewan. Oleh karena itu, lembaga penyelenggara kurban digital kini semakin mengedepankan sertifikasi dan laporan dokumentatif pasca-penyembelihan. Penggunaan sistem pelacakan digital (tracking) juga mulai di perkenalkan untuk memberikan rasa aman dan kenyamanan bagi para pekurban.
Edukasi Dan Kesadaran Masyarakat Masih Perlu Ditingkatkan meskipun berbagai pihak telah melakukan edukasi, masih banyak masyarakat yang memilih hewan kurban hanya berdasarkan ukuran tubuh dan harga. Pakar peternakan mengingatkan bahwa tampilan fisik tidak selalu menjadi indikator utama kelayakan. “Hewan yang besar belum tentu sehat, apalagi jika di berikan pakan instan yang membuat bobotnya naik secara cepat,” jelas Prof. Ali Rahman.
Kementerian Agama bekerja sama dengan organisasi kemasyarakatan Islam menyelenggarakan berbagai bentuk sosialisasi. Kegiatan ini di lakukan melalui ceramah di masjid, penyuluhan langsung di lapangan, serta kampanye media sosial. Tujuan dari sosialisasi ini adalah agar masyarakat tidak hanya menjalankan kurban sebagai ritual, tetapi benar-benar memahami makna dan tanggung jawab di baliknya.
Salah satu inisiatif yang menonjol adalah program “Kurban Cerdas” yang diluncurkan di beberapa kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Program ini berisi pelatihan singkat bagi calon pembeli hewan kurban. Dalam pelatihan tersebut, peserta di ajarkan cara memilih hewan sesuai syariat, termasuk mengenali umur hewan melalui kondisi gigi dan mengenali tanda-tanda penyakit. “Antusiasme masyarakat cukup tinggi. Dalam satu sesi pelatihan di Jakarta Selatan, lebih dari 150 orang hadir,” ungkap Ketua Panitia Kurban Cerdas, Ustaz Hamdan Basri.
Di sisi lain, panitia kurban di masjid dan lembaga sosial di minta lebih selektif dalam menerima hewan sumbangan dari masyarakat. Jika di temukan hewan tidak layak, panitia di minta untuk menolak secara bijak serta memberikan edukasi kepada penyumbang. Hal ini penting agar kualitas hewan kurban yang akan disembelih tetap sesuai dengan standar kesehatan dan syariat yang berlaku.
Penting bagi masyarakat Muslim untuk tidak hanya bersemangat dalam berkurban, tetapi juga bijak dalam memilih hewan yang layak. Dengan mematuhi syariat, memperhatikan kesehatan hewan, dan mendukung peternak lokal, ibadah kurban tidak hanya menjadi sarana pendekatan diri kepada Allah, tetapi juga kontribusi nyata bagi kesehatan masyarakat dan ketahanan pangan nasional, Jelang Idul Adha.